
Palembang, SahabatPers.com – Pelantikan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatera Selatan periode 2025–2030 resmi digelar di Griya Agung Palembang, Selasa (01/07). Kegiatan sakral ini dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional dan daerah, termasuk Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, Rais Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar, dan Gubernur Sumatera Selatan H. Herman Deru. Acara ini menandai babak baru dalam perjalanan NU Sumsel sebagai kekuatan strategis dalam pembangunan keagamaan dan kebangsaan di Bumi Sriwijaya.
Dalam sambutannya, Ketua PWNU Sumsel terpilih, KH. Hendra Zainuddin, menekankan pentingnya menjadikan NU sebagai entitas yang tidak hanya hadir dalam tataran simbolik, tetapi juga mampu menghadirkan manfaat konkret bagi masyarakat. Ia menegaskan, periode kepengurusan kali ini akan difokuskan pada penguatan program yang menyentuh langsung kebutuhan umat serta memperkuat posisi NU sebagai kekuatan moderat di tengah dinamika sosial.
“Kita ingin NU menjadi representasi Islam yang rahmatan lil alamin, menjadi perekat dalam keberagaman, dan pilar kebangsaan yang kokoh. Sudah saatnya NU bergerak dengan visi yang lebih progresif, inklusif, dan berorientasi pada solusi,” ungkap KH. Hendra penuh semangat di hadapan para hadirin.
Ia juga mengajak seluruh struktur organisasi NU, dari wilayah hingga ranting, untuk membangun budaya kolaboratif dengan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Menurutnya, kerja sama yang sinergis dan dilandasi keikhlasan akan menjadi kekuatan utama dalam menjalankan amanah organisasi.
“Tidak ada ruang untuk berjalan sendiri. NU harus menjadi rumah besar yang mengayomi dan bergerak bersama seluruh elemen bangsa. Kolaborasi adalah keniscayaan, dan keikhlasan adalah bahan bakarnya,” tegasnya.
Gubernur Sumsel H. Herman Deru dalam sambutannya turut menyampaikan apresiasi atas kiprah NU yang dinilainya telah menjadi mitra strategis pemerintah daerah, khususnya dalam pembinaan umat dan menjaga kerukunan sosial. Ia menilai pelantikan ini sebagai momentum penting untuk memperkuat sinergi antara pemerintah dan organisasi keagamaan dalam membangun masyarakat yang religius, damai, dan berdaya saing.
“NU bukan hanya organisasi keagamaan, tapi juga kekuatan moral yang menjadi bagian penting dalam pembentukan karakter bangsa, khususnya di Sumatera Selatan. Pemerintah tentu sangat membutuhkan peran NU dalam menjaga keseimbangan sosial dan spiritual masyarakat,” kata Gubernur Deru.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf menggarisbawahi bahwa peran NU tidak boleh berhenti pada tataran simbolik dan tradisional. Menurutnya, NU harus tampil sebagai pelopor perubahan sosial, hadir dengan program nyata, dan menjadi solusi atas berbagai permasalahan umat dan bangsa.
“Kita tidak boleh terjebak dalam nostalgia. NU harus tampil sebagai kekuatan transformatif. Kita memikul tanggung jawab besar dalam menjaga keutuhan masyarakat, sekaligus membawa nilai-nilai Islam yang membebaskan dan mencerdaskan,” ujarnya.
KH. Yahya juga menekankan pentingnya konsolidasi struktural dari tingkat wilayah hingga ranting agar NU dapat bergerak secara sistematis, profesional, dan adaptif terhadap perubahan zaman. Ia berharap pelantikan ini menjadi titik tolak bagi PWNU Sumsel untuk menghadirkan kepemimpinan organisasi yang solid dan visioner.
“Pelantikan ini bukan sekadar seremonial. Ini adalah pernyataan kesiapan kita untuk mengabdi kepada umat dengan kerja nyata, terukur, dan berdampak,” tuturnya.
Menutup sambutannya, KH. Yahya berharap PWNU Sumsel dapat menjadi teladan nasional dalam mengembangkan NU sebagai organisasi yang responsif, inklusif, dan strategis dalam menghadapi tantangan global maupun lokal.
“Saya yakin PWNU Sumsel bisa menjadi pionir dalam menjawab tantangan zaman dengan kecerdasan spiritual dan sosial. Jadikan NU sebagai kekuatan peradaban,” pungkasnya.
Prosesi pelantikan yang berlangsung khidmat dan penuh semangat ini diharapkan menjadi titik awal yang kuat dalam mewujudkan peran NU sebagai lokomotif perubahan positif di Sumatera Selatan, baik dalam bidang keagamaan, sosial, maupun pembangunan karakter masyarakat.
(fathur)